Landasan Teori dan Hukum :
Sering kita saksikan dikalangan umat Islam khususnya di Indonesia memulai puasa dan sholat ied dilakukan dihari yang berbeda, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan penafsiran dalam melakukan pendekatan terhadap Nas-nas Al-Qur’an dan sunah Rasululaah.
Sering kita saksikan dikalangan umat Islam khususnya di Indonesia memulai puasa dan sholat ied dilakukan dihari yang berbeda, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan penafsiran dalam melakukan pendekatan terhadap Nas-nas Al-Qur’an dan sunah Rasululaah.
Seharusnya perbedaan dikalangan umat jangan terlalu dipertentangkan dan menimbulkan perpecahan, namun jadikan sebagai Rahmat yang akan menambah kekayaan khazanah berfikir dikalangan umat. Puasa Ramadlan itu terkadang 30 hari dan bisa juga 29 hari.
Untuk menetapkannya ada 2 cara, yaitu hisab dan ru’yat. Ilmu yang mendukung pelaksanaan penetapan ini dalah ilmu falak, ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi modern seperti planetarium dan Teleskop. Terdapat dua macam pendekatan dikalangan umat khususnya di Indonesia dalam menentukan tanggal 1 Ramadlan dan tanggal 1 syawal.
- Metode Hisab (Perhitungan)
Dasar hukum penetapan secara Hisab adalah firman Allah : ”Dia-lah (Allah) yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Tuhan tidak menjadikan semuanya itu kecuali dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tanda-tanda) dengan ayat-ayatNYa bagi semua orang yang berpengetahuan.” (QS. Yunus : 5).
- Metode Ru'yat (Melihat Posisi Hilal)
Menurut ulama salaf untuk meyakinkan kebenaran melihat bulan, perlu saksi minimal 2 orang. Dasar hukumnya adalah sabda Rasulullah SAW : ”Umar ra. Berkata : ”Rasulullah SAW bersabda : ”Apabila kamu melihat bulan Ramadlan, hendaklah berpuasa, dan apabila kamu lihat bulan Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka tidak tampak olehmu, maka hendaklah kamu perhitungkan jumlah hari dalam satu bulan.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Sada Rasulullah SAW :”Ibnu Umar ra. Berkata : ”Orang-orang memperhatikan terbitnya hilal (awal bulan), lalu saya beritahukan kepada Nabi SAW, bahwa saya melihatnya, maka beliau berpuasa dan menyuruh orang-orang berpuasa.” (HR. Abu Daud dan disahkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban).
”Ibnu Abbas ra. Berkata : ”Seseungguhnya orang Arab gunung datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata : ”Saya telah melihat hilal” lalu Nabi bersabda : ”Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah ?”Ia menjawab : ”Ya”, beliau bertanya lagi : ”Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad SAW utusan Allah?” dijawabnya : ”Ya”, lalu beliau bersabda : ”Beritahulah kepada orang-orang hai Bilal, supaya mereka berpuasa besok” (HR. Imam Lima dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hiban, dan Nasaa’i mentarjihkan Mursalnya).
”Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, ”Rasulullah SAW pernah menyebutkan tentang Hilal (bulan sabit), lalu beliau bersabda, ’Jika kalian melihat hilal (bulan sabit), maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya kembali, maka berbukalah. Namun jika hilal terhalang mendung, maka genapilah hitungan (bulan) Sya’ban hingga tiga puluh hari.” (HR. Muslim).
Berdasarkan Sabda Rasulullah SAW dan amaliah para sahabat maka kaum Ahlusunah Wal Jama’ah menggunakan methode menentuan awal puasa dan syawal seperti yang dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat salafus sholeh, sedangkan methode hisab hanya dijadikan alat bantu untuk memudahkan kapan menentukan mulai melihal Hilal (Ru’yatul Hilal). Karena Rasulullah adalah sebaik-baik teladan.
Masing-Masing Negeri Berbeda Ru'yat :
Mengingat setiap negeri terletak pada garis litang atau geographis yang berbeda maka tidak tertutup kemungkinan setiap negeri menetapkan awal puasa yang berbeda. Sebagaimana hadis berikut :
”Dari Kuraib, bahwa Ummul Fadhl binti Harits mengutusnya kepada Mu’awiyah RA ke negeri Syam. Kuraib berkata, ”Maka aku berangkat menuju Syam, akupun telah memenuhi permintaannya. Lalu tibalah bulan ramadlan, sementara aku masih berada di Syam Aku melihat hilal pada malam Jum’at, kemudian aku tiba di Madinah pada penghujung bulan (Ramadlan). Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku sambil menyebut hilal (bulan syabit) dan berkata, ’kapan kalian melihat hilal?’ Aku menjawab, ”Kami melihatnya pada malam Jum’at.’ Ia bertanya, ’Apakah kamu melihatnya?’ Aku menjawab, ’Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Mereka (Orang-orang di Syam) berpuasa dan Mu’wiyah juga berpuasa bersama mereka.’ Lalu Ibnu Abbas berkata,’Akan tetapi kami melihatnya pada malam sabtu, dan kami masih berpuasa hingga melengkapi 30 hari atau sampai melihatnya lagi.” Lalu aku bertanya, ’Apakah tidak cukup bagi kamu dengan ru’yah Mu’awiyah berserta puasanya?’Ia menjawab, ’Tidak, demikian Rasulullah memerintahkan kami.” (Yahya bin Yahya ragu-ragu dalam lafazh hadits, cukup bagi kita atau cukup bagi kamu) (HR. Muslim).
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah RI dalam menentukan 1 Ramadlan dan 1 Syawal adalah sudah pada jalur benar. Yaitu dengan cara mengumpulkan semua ahli hisab dari berbagaimacam organisasi keagamaan umat dan menyediakan peralatan penglihatan jauh di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Sehingga ketelitian perhitungan masing-masing ahli hisab dari berbagaimacam organisasi keagamaan diuji dilapangan dengan realita penglihatan hilal dengan peralatan yang lebih canggih dari pada yang dilakukan pada masa Rasulullah.
Analisis :
Dengan melihat dasar-dasar penentuan diatas maka saya berusaha untuk menganalisis masalah ini dengan pengetahuan saya, Semoga Bermanfaat.
Pertama :
Bahwa dalam penentuan 1 Ramadhan ada dua cara yaitu metode hisab dan ru'yat, tetapi landasan hukum syariat yang lebih sah atau lebih afdal yaitu ru'yat, karena ru'yat banyak diriwayatkan oleh hadist-hadist sahih, kemudian metode ru'yat adalah metode yang selalu dipakai Oleh Nabi Muhammad SAW.
Kedua :
Bahwa kedua metode penentuan ini sangatlah berkaitan dimana metode hisab adalah metode secara perhitungan yang kemudian menjadi rujukan dalam menentukan kapan akan dilakukan pelaksanaan Ru'yat.
Ketiga :
Bahwa ketika metode Ru'yat tidak dapat terlaksana karena cuaca buruk maka kita kembali ke metode Hisab, tetapi ketika metode ru'yat terlaksana artinya melihat posisi Hilal maka dengan sendirinya metode hisab tidak diberlakukan dan yang berlaku adalah metode Ru'yat.
Keempat :
Di Indonesia kalau merujuk ke metode Hisab maka pada tanggal 20Juli 2012 telah terhitung 1 Ramadhan artinya tanggal 20 Juli 2012 sudah berpuasa, Tetapi kalau merujuk ke Metode Ru'yat maka penentuan 1 Ramadhan 1433 H Berkisar antara tanggal 20 atau 21 Juli 2012.
Jika Pada tanggal 20 Juli 2012 hari kamis sesudah matahari tenggelam/Petang nampak posisi Hilal maka 1 Ramadhan jatuh pada Hari jumat Tanggal 20 Juli 2012, Berarti Bulan Syabban 29 Hari.
Jika Pada Tanggal 20 Juli 2012 hari kamis sesudah matahari tenggelam/Petang tidak nampak Posisi Hilal Maka 1 Ramadhan 1433 H jatuh pada hari Sabtu tanggal 21 Juli 2012, Berarti Bulan Syabban dicukupkan menjadi 30 Hari.
Semoga dengan tulisan ini, saudara-saudaraku menjadi tidak bertanya-tanya lagi, kenapa terjadi perbedaan memulai puasa dan melaksanakan perayaan iedul fitri atau iedul qurban. Dan kita dapat menjadi lebih toleransi terhadap pilihan orang lain serta pilihan kita dalam menetukan pilihan tidak hanya berdasarkan ikut-ikutan tetapi berdasarkan ilmu.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, kami ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa dan ibadah lainnya serta mohon maaf jika tulisan ini tidak berkenan di hati saudaraku kaum muslimin.
Oleh : Kusnadi S. Hidayat