Pewarnaan sederhana merupakan pewarnaan yang paling
umum digunakan. Berbagai macan tipe morfologi bakteri (coccus, bacillus, spirilum, dan sebagainya) dapat
dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana, yaitu mewarnai sel-sel bakteri
hanya digunakan satu macam zat warna saja.
Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan
pewarnaan-pewarnaan sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka
akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana
umumnya bersifat alkalin (komponen kromotofiknya bermuatan positif).
Pada pewarnaan sederhana, bakteri diwarnai oleh reagen
tunggal. Pewarnaan dasar dengan kromogen (zat warna) muatan positif disarankan
selama asam nukleat bakteri dan komponen dinding sel membawa muatan negatif
yang menyerap dengan kuat dan mengikat kation kromogen perlu diperhatikan
lamanya waktu pewarnaan tergantung pada jenis pewarnaan yang digunakan.
Misalnya metilen blue terserap selama 2-3 menit, dengan demikian bakteri yang
terdapat pada sampel akan menyerap zat warna yang diberikan. Pengecetan sederhana
digunakan untuk memperlihatkan atau memperjelas kontras antara sel dan latar
belakangnya sehingga dapat mempertajam bentuk dari sel-sel mikroba itu sendiri,
dengan cara mewarnai sel-sel mikroba dengan zat warna khususnya warna Kristal
Violet.
Mikroorganisme
yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas,
begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan
kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu
cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi
ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi
untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel
bakteri melalui serangkaian pengecatan (Jimmo, 2008).
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil,
spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana.
Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri
hanya digunakan satu macam zat warna saja (Gupte, 1990). Kebanyakan bakteri
mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat
basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk
pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan
positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi,
peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna
penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci
dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga
preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan
bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies
(Dwidjoseputro, 1994).
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan
menjadi empat macam yaitu pengecatan sederhana, pengecatan negatif, pengecatan
diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau jasad-
jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan
tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana.
Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel microbe atau
bagian-bagian sel microbe disebut teknik pewarnaan diferensial. Sedangkan
pengecatan struktural hanya mewarnai satu bagian dari sel sehingga dapat
membedakan bagian-bagian dari sel. Termasuk dalam pengecatan ini adalah
pengecatan endospora, flagella dan pengecatan kapsul.(waluyo,2010)
Mikroba sulit dilihat dengan cahaya karena tidak
mengadsorbsi atau membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna
digunakan untuk mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan
cahaya sehingga kontras mikroba dengan sekelilingnya dapat ditingkatkan.
Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan strukur seperti spora, flagela,
dan bahan inklusi yng mengandung zat pati dan granula fosfat (Entjang, 2003)
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup
sangat sulit, kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan
sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik
pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati.
Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salahsatu cara yang
paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Rizki, 2008).
Tujuan pewarnaan terhadap mikroorganisme ialah untuk :
- Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, maupun fungi.
- Memperjelas ukuran dan bentuk jasad
- Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam jasad.
- Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan kimia dapat diketahui.
- Pembuatan olesan bakteri, olesan bakteri tidak boleh terlalu tebal atau tipis
- Fiksasi, dapat dilakukan secara pemanasan atau dengan aplikasi bahan kimia seperti sabun, formalin, fenol.
- Aplikasi zat warna : tunggal, atau lebih dari 1 zat warna