Pewarnaan bakteri memberikan hasil yang cepat dan mengindikasi langkah
diagnosis selanjutnya. Pada prosedur Neisser yang tidak spesifik,methylene blue
, crystal violet dan chrysoidine digunakan untuk mendeteksi granula
metechromatic, atau yang disebut Babes-Ernst polar bodies, khususnya pada
diphtheria bacteria. Dengan nilai pH yang telah ditentukan, methylen blue dan
crystal violet akan diikat pada polar bodies atau struktur (Volutin bodies),
tetapi tidak terikat pada sel bakteri lainnya. Polar bodies akan terlihat
sebagai titik gelap. Pada prosedur counter stain, badan bakteri diwarnai dengan
chrysoidine tetapi ini hanya sebagian terserap oleh polar bodies.
Corynebacterium
diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif, ditandai
dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Corynebacterium
diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Di
alam, bakteri ini terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada
kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri
yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan toksin yang aktivitasnya menimbulkan
penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama
terutama laring, amandel dan tenggorokan. Penyakit ini sering kali diderita
oleh bayi dan anak-anak. Perawatan bagi penyakit ini adalah dengan pemberian
antitoksin difteri untuk menetralkan racun difteri, serta eritromisin atau
penisilin untuk membunuh bakteri difteri. Sedangkan untuk pencegahan bisa
dilakukan dengan vaksinasi dengan vaksin DPT.
Di
alam, Corynebacterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa
bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan individu yang
peka. Bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan
bakteri mulai menghasilkan toksin. Pembentukan toksin ini secara in vitro
terutama bergantung pada kadar besi. Pembentukan toksin optimal pada kadar besi
0,14 µg/ml perbenihan tetapi benar-benar tertekan pada 0,5 µg/ml. Faktor lain
yang mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekanan osmotik, kadar asam
amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok.
- Pembuatan sediaan
Bersihkan obyek glass dengan
kapas. Bebaskan dari lemak dengan cara melewatkan di atas lampu spiritus sampai
terlihat uap air menghilang. Tunggu sampai dingin (3 menit). Tetesi sedikit
formalin. Ambil spesimen kapas lidi dari usapan tenggorok, usapkan merata pada
obyek glass yang ada formalin secara melingkar 1-1,5 cm. Tunggu sampai cukup
kering.
- Fiksasi
Lakukan fiksasi dengan cara
melewatkan sediaan di atas lampu spiritus (jarak api dengan obyek glass 10-15
cm) beberapa kali, sampai sediaan menjadi kering tetapi tidak sampai terlalu
panas agar bentuk dan susunan bakteri tidak rusak karena panas. Pada tahap ini
sediaan siap dicat.
- Pengecatan
- Genangi sediaan dengan campuran cat Neisser A dan Neisser B (perbandingan 2:1) selama 0,5 menit
- Cuci dengan Neisser C dengan posisi preparat miring sampai cat Neisser A dan B hilang.
- Genangi dengan cat Neisser C selama 3 menit.
- Buang larutan cat tanpa dicuci.
- Keringkan dengan menghisap cat menggunakan kertas saring.
- Biarkan dalam udara kamar dengan posisi miring sampai kering.
- Interpretasi Hasil
Bakteri golongan Diphterie,
poolkarrelnya ungu kehitaman dengan badan bakteri berwarna coklat atau
kekuningan biasanya ditemukan dengan berbagai susunan yang menyerupai huruf V,
L atau Y
Hasil pengecatan Neisser hanya
bersifat diagnosa sementara, untuk kepastian diagnosa dilakukan kultur dan tes
virulensi baik secara invivo maupun invitro. Kultur Corynebacterium diphteriae.
Spesimen ditanam pada media Loffler Serum, inkubasi 37°C selama 24 jam
Koloni pada media Loffler Serum
dicat Nesser kemudian ditanam pada media CTBA inkubasi 37°C selama 24 jam.
Koloni yang tumbuh dimurnikan pada Loffler Serum, inkubasi 37°C selama 24 jam.
Lanjutkan penanaman Biokimia Reaksi untuk penentuan tipe (Gravis, Intermedius
& Mitis).
- Klasifikasi Bakteri Corynebacterium diptheriae
Kingdom :
Bacteria
Filum
:
Actinobacteria
Ordo
: Actinomycetales
Famili
:
Corynebacteriaceae
Genus : Corynebecterium
Spesies : Corynebacterium diphtheria
Sub spesies :
a. Corynebacterium diptheriae gravis
b.
Corynebacterium diptheriae mitis
c.
Corynebacterium diptheriae intermedius
- Morfology Bakteri Corynebacterium diptheriae
Gram (+) batang, panjang/pendek, besar/kecil, polymorph, tidak berspora,
tidak berkapsul, tidak bergerak, bergranula yang terletak di salah satu atau
kedua ujung badan bacteri.Pada pewarnaan menurut Neisser, tubuh bacteri
berwarna kuning atau coklat muda sedangkan granulanya berwarna biru violet (
meta chromatis ).
Preparat yang dibuat langsung dari specimen yang baru diambil dari pasien,
letanya bakteri seperti huruf –
huruf L, V, W, atau tangan yang
jarinya terbuka atau sering di kenal sebagain Susunan sejajar / paralel
/ palisade / sudut tajam huruf V, L, Y /
tulisan cina .Diameter 0,5 – 1 µm dan
panjangnya 1 – 8 µm .Menggembung pada satu
ujungnya berbentuk gada “club shape”
Berisi
granula metakromatik Babes Berisi granula metakromatik Babes-Ernest dengan pewarnaan neisser / metilen blue loeffler.
Tidak punya
spora Non motil Basil, Gram positif , pleiomorfik, Tidak tahan
asam Dinding sel mengandung asam meso diaminopimelik, arabinosa, galaktosa,
asam mikolik. Kuman Corynebacterium diphtheriae bila dipulas dengan Gram adalah : Gram
positif staf. Tetapi bila C. Diphtheriae diwarnai dengan pewarnaan yang
spesifik yaitu NEISSER dan ALBERT memperlihatkan bentuk yang istimewa seperti
”halter” yang pada ujungnya kelihatan pentolan yang disebut ” granula”. Granula
ini mula-mula dilihat oleh Babes Ernst dan dinamakan granula Babes Erns.
Toksin difteri adalah polipeptoda tidak tahan panas (BM 62.000) yang dapat
mematikan pada dosis 0,1 µg/kg. Bila ikatan disulfida dipecah, molekul dapat
terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen A dan fragmen B. Fragmen B tidak
mempunyai aktivitas tersendiri, tetapi diperlukan untuk pemindahan fragmen A ke
dalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan rantai polipeptida (jika ada NAD)
dengan menghentikan aktivitas faktor pemanjangan EF-2. Faktor ini diperlukan
untuk translokasi polipeptidil- RNA transfer dari akseptor ke tempat donor pada
ribosom eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktivitas EF-2 dengan
mengkatalisis reaksi yang menhasilkan nikotinamid bebas ditambah suatu kompleks
adenosin difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif. Diduga bahwa efek nekrotik dan
neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian sintesis protein yang
mendadak.