Selamat Datang Di Milis Resmi Saya Semoga Bermanfaat Bagi Kita Semua Hablun Minallah Wa Hablun Minannas Setiap Langkah Harus Dengan Arti, Setiap Langkah Harus Dengan Pikiran, Sebelum Melakukan Harus Hati-Hati, Kalau Jelas Itu Jelek/Buruk Dijauhi

Pewarnaan Neisser

Pewarnaan bakteri memberikan hasil yang cepat dan mengindikasi langkah diagnosis selanjutnya. Pada prosedur Neisser yang tidak spesifik,methylene blue , crystal violet dan chrysoidine digunakan untuk mendeteksi granula metechromatic, atau yang disebut Babes-Ernst polar bodies, khususnya pada diphtheria bacteria. Dengan nilai pH yang telah ditentukan, methylen blue dan crystal violet akan diikat pada polar bodies atau struktur (Volutin bodies), tetapi tidak terikat pada sel bakteri lainnya. Polar bodies akan terlihat sebagai titik gelap. Pada prosedur counter stain, badan bakteri diwarnai dengan chrysoidine tetapi ini hanya sebagian terserap oleh polar bodies.

          Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Corynebacterium diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Di alam, bakteri ini terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan toksin yang aktivitasnya menimbulkan penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama terutama laring, amandel dan tenggorokan. Penyakit ini sering kali diderita oleh bayi dan anak-anak. Perawatan bagi penyakit ini adalah dengan pemberian antitoksin difteri untuk menetralkan racun difteri, serta eritromisin atau penisilin untuk membunuh bakteri difteri. Sedangkan untuk pencegahan bisa dilakukan dengan vaksinasi dengan vaksin DPT.

          Di alam, Corynebacterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan individu yang peka. Bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri mulai menghasilkan toksin. Pembentukan toksin ini secara in vitro terutama bergantung pada kadar besi. Pembentukan toksin optimal pada kadar besi 0,14 µg/ml perbenihan tetapi benar-benar tertekan pada 0,5 µg/ml. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekanan osmotik, kadar asam amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok.       
  • Pembuatan sediaan
Bersihkan obyek glass dengan kapas. Bebaskan dari lemak dengan cara melewatkan di atas lampu spiritus sampai terlihat uap air menghilang. Tunggu sampai dingin (3 menit). Tetesi sedikit formalin. Ambil spesimen kapas lidi dari usapan tenggorok, usapkan merata pada obyek glass yang ada formalin secara melingkar 1-1,5 cm. Tunggu sampai cukup kering.
  • Fiksasi
Lakukan fiksasi dengan cara melewatkan sediaan di atas lampu spiritus (jarak api dengan obyek glass 10-15 cm) beberapa kali, sampai sediaan menjadi kering tetapi tidak sampai terlalu panas agar bentuk dan susunan bakteri tidak rusak karena panas. Pada tahap ini sediaan siap dicat.
  • Pengecatan
  1. Genangi sediaan dengan campuran cat Neisser A dan Neisser B (perbandingan 2:1) selama 0,5 menit 
  2. Cuci dengan Neisser C dengan posisi preparat miring sampai cat Neisser A dan B hilang. 
  3.  Genangi dengan cat Neisser C selama 3 menit. 
  4.  Buang larutan cat tanpa dicuci. 
  5.  Keringkan dengan menghisap cat menggunakan kertas saring. 
  6.  Biarkan dalam udara kamar dengan posisi miring sampai kering.
  • Interpretasi Hasil
Bakteri golongan Diphterie, poolkarrelnya ungu kehitaman dengan badan bakteri berwarna coklat atau kekuningan biasanya ditemukan dengan berbagai susunan yang menyerupai huruf V, L atau Y

Hasil pengecatan Neisser hanya bersifat diagnosa sementara, untuk kepastian diagnosa dilakukan kultur dan tes virulensi baik secara invivo maupun invitro. Kultur Corynebacterium diphteriae. Spesimen ditanam pada media Loffler Serum, inkubasi 37°C selama 24 jam

Koloni pada media Loffler Serum dicat Nesser kemudian ditanam pada media CTBA inkubasi 37°C selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dimurnikan pada Loffler Serum, inkubasi 37°C selama 24 jam. Lanjutkan penanaman Biokimia Reaksi untuk penentuan tipe (Gravis, Intermedius & Mitis). 
  • Klasifikasi  Bakteri Corynebacterium diptheriae
Kingdom         :           Bacteria
Filum               :           Actinobacteria
Ordo                 :           Actinomycetales
Famili              :           Corynebacteriaceae
Genus              :           Corynebecterium
Spesies            :          Corynebacterium diphtheria
Sub spesies    :       
a. Corynebacterium diptheriae gravis
b. Corynebacterium diptheriae mitis
c. Corynebacterium diptheriae intermedius
  • Morfology Bakteri  Corynebacterium diptheriae
Gram (+) batang, panjang/pendek, besar/kecil, polymorph, tidak berspora, tidak berkapsul, tidak bergerak, bergranula yang terletak di salah satu atau kedua ujung badan bacteri.Pada pewarnaan menurut Neisser, tubuh bacteri berwarna kuning atau coklat muda sedangkan granulanya berwarna biru violet ( meta chromatis ).

Preparat yang dibuat langsung dari specimen yang baru diambil dari pasien, letanya bakteri seperti  huruf – huruf  L, V, W, atau tangan  yang  jarinya terbuka atau sering di kenal sebagain Susunan sejajar / paralel / palisade / sudut tajam huruf  V, L, Y / tulisan cina    .Diameter 0,5 – 1 µm dan panjangnya 1 – 8 µm .Menggembung pada satu  ujungnya berbentuk gada “club shape”
 
Berisi granula metakromatik Babes Berisi granula metakromatik Babes-Ernest dengan  pewarnaan neisser / metilen blue loeffler. Tidak punya spora Non motil Basil, Gram positif , pleiomorfik, Tidak tahan asam Dinding sel mengandung asam meso diaminopimelik, arabinosa, galaktosa, asam mikolik. Kuman Corynebacterium diphtheriae bila dipulas dengan Gram adalah : Gram positif staf. Tetapi bila C. Diphtheriae diwarnai dengan pewarnaan yang spesifik yaitu NEISSER dan ALBERT memperlihatkan bentuk yang istimewa seperti ”halter” yang pada ujungnya kelihatan pentolan yang disebut ” granula”. Granula ini mula-mula dilihat oleh Babes Ernst dan dinamakan granula Babes Erns.

Toksin difteri adalah polipeptoda tidak tahan panas (BM 62.000) yang dapat mematikan pada dosis 0,1 µg/kg. Bila ikatan disulfida dipecah, molekul dapat terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen A dan fragmen B. Fragmen B tidak mempunyai aktivitas tersendiri, tetapi diperlukan untuk pemindahan fragmen A ke dalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan rantai polipeptida (jika ada NAD) dengan menghentikan aktivitas faktor pemanjangan EF-2. Faktor ini diperlukan untuk translokasi polipeptidil- RNA transfer dari akseptor ke tempat donor pada ribosom eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktivitas EF-2 dengan mengkatalisis reaksi yang menhasilkan nikotinamid bebas ditambah suatu kompleks adenosin difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif. Diduga bahwa efek nekrotik dan neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian sintesis protein yang mendadak.