Tidak dapat diingkari bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan dimulai dengan ilmu. Dengan kata lain, ilmu mendahului setiap perbuatan. Disekeliling kita penuh dengan hal-hal yang kita berinteraksi dengannya baik dalam bentuk perbuatan maupun pembicaraan. Yang mana setiap satu darinya kita lakukan karena kita memiliki ilmu untuk bertindak mahupun berbiacara malah untuk terus diam. Sebagai contoh, untuk menaip di atas layar komputer, tanpa memiliki ilmu tentang komputer, kita tidak akan mampu untuk melakukan. Untuk minum air kita juga memerlukan ilmu, jika tidak, kita tidak akan tahu ‘apa’ yang perlu untuk diminum dan dengan apa kita perlu gunakan untuk minum.
Pendek kata setiap perbuatan kita memerlukan ilmu, baik yang ia bersifat yang amat mudah hingga ke masalah yang amat susah. Dengan kata lain ilmu adalah imam kepada perbuatan, karena ilmu mendahului perbuatan. Nilai perbuatan kita kembali kepada nilai ilmu yang kita miliki. Semakin tinggi nilai ilmu kita terhadap sesuatu semakin tinggi nilai perbuatan kita terhadap sesuatu tersebut. Sebagai contoh nilai satu fosil di sisi seorang arkaolog berbanding dengan orang biasa. Sang arkaolog akan berusaha mencari cerita dari tulang forsil tersebut yang tidak memberi arti buat orang biasa.
Dari dua hal yang di atas kita boleh membuat dua kesimpulan.
1. Setiap perbuatan dimulai dengan ilmu.
2. Nilai setiap perbuatan kembali kepada nilai ilmu yang dimiliki.
Hal ini juga termasuk hal-hal yang bersifat maknawi yang berdasarkan amal ibadah seperti solat, haji dan lain-lain lagi. Untuk melakukan sesuatu ibadah, pertama seseorang itu mesti memiliki ilmu bagaimana untuk melakukannya dan hal-hal yang bersangkutan dengannya. Dan yang paling penting adalah apabila ia mengetahui untuk apa dan untuk siapa ia melakukan ibadah tersebut sangat menentukan sekali nilai ibadah tersebut.
Antara ibadah yang menjadi tunjang untuk umat Islam adalah puasa di bulan Ramadan. Hampir semua umat Islam sedunia yang sudah sampai ke maqam taqlifnya melakukan ibadah ini. Cuma apakah ibadah yang dilakukan oleh seseorang muslim itu memiliki nilai yang sebenarnya sebagaimana yang dituntut? Atau ia hanya sekadar ibadah kosong karena kebatasan ilmu dalam mengenal hakikat dari amalan puasa dan keagungan bulan Ramadan.
Bulan suci Ramadan merupakan satu bulan yang sering kali tidak dikenali sebagaimana yang sepatutnya oleh umat Islam. Kafahaman yang terbatas akan bulan ini menyebabkan intraksi terhadap bulan ini amat terbatas. Untuk kebanyakan umat Islam mereka hanya mengetahui bahwa pada bulan ini mereka di wajibkan untuk menjalankan ibadah puasa tidak lebih dari itu. Nilai bulan ini di sini mereka adalah senilai ilmu yang mereka miliki tentnag bulan ini. Kesoronokan berpuasa merupakan satu hal yang bersifat tradisi yang diwarisi. Malah ada yang menanti Ramadan karena keuntungan perniagaan yang bakal mereka dapatkan pada bualan ini. Malah ada yang lebih dari itu dengan melihat Ramadan sebagai waktu mereka bercuti dari urusan seharian mereka dan meletakkan diri dalam pakaian orang yang malas. Malah ada yang menjadikan bulan ini untuk menunjuk-nunjuk amalan mereka kepada yang lain.
Kita juga mungkin bakal terperangkap jika kita mengenal melalui orang-orang tersebut. Jadi bagaimana kita perlu mengenal bulan yang mulia ini. Caranya tidak lain hanya melalui apa yang Allah dan Rasulnya serta Ahlu Bait memperkenalkan kita akan bulan yang mulia ini. Dalam perbincangan ini, kita akan cuba untuk memahami hakikat bulan ini dan ibadah di dalamnya sebagaimana Allah dan Rasul serta Ahlu Bait ingin kita faham. Dengannya segala amalan kita di dalam bulan ini tidak menjadi sia-sia.
Pertamanya kita perlu melihat ayat-ayat Al Quran dan tafsirannya tentang apa yang Allah bicarakan tentang bulan Ramadan dan puasa. Kita juga perlu melihat riwayat-riwayat tentang kebesaran bulan ini dan beribadah pada bulan ini, khususnya khutbah Syabaniah.
Dalam surah Al Baqarah, ayat 183-185 Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang terdahulu dari kamu, mudah-mudahan kamu bertaqwa.”
“Bulan Ramadan itu diturunkan Al Quran sebagai pentunjuk untuk manusia dan penjelasan-penjelasan serta pembeda….”
Dalam ayat di atas menyebutkan akan dua hal yang inti. Pertama kewajiban berpuasa pada bulan Ramadan, kedua bulan Ramadan adalah wa’dah diturunkan Al Quran.
Puasa adalah satu hal yang bersifat fitrah, karena kita dapat melihat berbagai kaum dan agama yang samawi maupun bukan melakukan amalan berpuasa dengan bentuk yang berbagai. ‘Sa’um’ atau puasa dari segi loghawinya memberi arti menahan diri. Dari segi syariat ia memberi arti menahan diri dari makan dan minum dan dari melakukan hal yang boleh membatalkan puasa mula dari waktu solat subuh hingga ke magrib.
Sebagimana yang telah diterangkan sebelum ini, puasa adalah ibadah yang menahan diri dari makan dan minum dan melakukan hal-hal yang boleh membatalkan puasa. Ia merupakan satu-satunya ibadah berasal dari hal-hal penolakan berbeza dengan ibadah yang lain yang berpunca dari hal-hal perlaksanaan. Ini boleh menyebabkan puasa terselamat dari unsur-unsur riak dan takbur. Jestru itu dalam sebuah hadis qudsi Allah S.W.T. berfirman
“Puasa itu untukKu dan Aku sendiri akan membalasnya.”
Ini bererti puasa adalah ibadah yang mana Allah akan membalasnya tanpa mengunakan perantaraan. Malah puasa juga di anggap sebagai zakat badan.
‘Untuk setiap sesuatu itu zakat dan zakat badan adalah puasa.’
Sudah tentu yang dituntut dari ibadah puasa bukan saja berlapar tetapi kita juga dituntut supaya anggota badan dan hati juga berpuasa. Ini sebagimana yang termaktub dalam sebuah hadis yang mahsyur.
‘Puasa jasad adalah menahan dari memakan makanan dengan kehendak dan iktiar karena takut akan balasan dan menginginkan pahala dan balasan yang baik. Puasa badan adalah menahan indera yang lima dari melakukan maksiat dan mengosongkan hati dari segala keburukan’
‘Puasa hati lebih baik dari puasa lidah, puasa lidah lebih baik dari puasa badan’
Dalam mi'rajnya rasul bertanya kepada Allah S.W.T apakah yang bakal diwarisi dari puasa.
‘Ya tuhan dan apa yang diwarisi dengan berpuasa? Allah berfirman, puasa mewariskan hikmah dan hikmah mewariskan marifah dan marifah mewariskan yakin, jika seorang hamba sudah sampai kemaqam yakin, ia tidak pernah binggung apakah ia berpagi dalam keadaan senang atau susah’
Dari Hafash bin Ghias An Nakhie mengatakan, ‘Aku mendengar Aba Abdillah a.s. mengatakan sesungguhnya bulan Ramadan Allah tidak pernah mewajibkan puasanya atas umat-umat yang sebelum kita. Maka aku mengatakan kepadanya Allah Azawajjal berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan keatas kamu puasa……..” Ia mengatakan Allah telah mewajibkan puasa bulan Ramadan ke atas para Ambia bukan atau umat dan Allah telah melebihkan umat ini dengan puasa dan menjadikan puasa itu wajib atas Rasul s.a.w.a dan atas umatnya.
Pada hadis yang lain:
‘Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doa-doanya diterima, amalan-amalannya berganda, sesungguhnya untuk orang yang berpuasa ketika ia berbuka doa-doanya tidak akan tertolak.’
Dari hadis-hadis perbahasan yang lepas, kita boleh mengambil natijah bahwa;
1.Puasa adalah untuk Allah dan Ia sendiri akan membalasnya tanpa menggunakan perantaraan.
2.Puasa adalah zakat badan.
3.Puasa selain dari menahan diri dari makan dan minum ia juga merangkumi puasa badan dan hati.
4.Puasa mewariskan hikmah dan hikmah mewariskan mahrifah dan marifah mewariskan yakin.
5.Selain Raulullah dan umatnya, puasa itu hanya diwajibkan keatas Anbia' dan Rasul terdahulu sahaja.
6.Segala amalan sehariannya dianggap ibadah apakan lagi ibadah sehariannya terutama doa-doanya.
Dari semua natijah ini, kita dapat memahami akan keaggongan ibadah ini. Malah dari ayat183 dari surah al Baqarah yang menyatakan bahwa dengan berpuasa mudah-mudahan orang-orang beriman akan bertaqwa, menunjukan bahwa maqam taqwa di sini lebih tinggi dari maqam iman. Ini karena ayat tersebut memerintahkan orang-orang beriman untuk berpuasa mudah-mudahan mereka bertaqwa. Maqam taqwa inilah yang akan menyebabkan orang-orang beriman ini akan diajar langsung oleh Allah S.W.T. sebagaimana firman Allah:
“Bertaqwalah kamu kepada Allah maka Allah akan mengajar kamu.”
Sudah tentu ilmu yang akan diajar oleh Allah bukan ilmu yang boleh kita pelajari dengan sendiri atau dipelajari dari manusia yang lain. Ia adalah peringkat dari peringkat-peringkat hikmah. “siapa yang dikurniakan hikmah maka ia telah dikurniakan kebaikan yang banyak” (al ayat) dan dari hikmah ini akan timbul mahrifah dan dari mahrifah ini akan timbul keyakinan. “Kalau kamu memiliki ilmu yakin, kamu akan dapat melihat jahanam dan kamu akan melihatnya dengan ainul yakin” (al ayat).
Puasa sebagaimana ibadah yang lain memiliki maqam-maqam yang tertentu. Dalam hadis yang mahsyur Imam Ali mengatakan
‘Ada yang beribadah kepada Allah karena takut kepada api nerakanya dan ini adalah ibadah seorang hamba. Ada pula yang beribadah karena tamakkan syurgaNya dan ini adalah ibadah seorang perniaga. Ada pula yang beribadah kepadaNya karena Ia yang paling layak untuk diibadahi dan ini adalah ibadah orang yang bebas.’
Puasa juga memiliki maqam-maqamnya yang tertentu.
Yang dimaksudkan dengan maqam-maqam tertentu dari ibadah puasa ini adalah maqam puasa yang diterima. Puasa yang tidak diterima tidak termasuk dalam maqam-maqam ini.
Maqam yang pertama, mereka yang berpuasa, yang lapar dan dahaganya mengingatkan mereka akan lapar dan dahaga orang-orang yang miskin yang sering kali tidak dapat menikmati makanan dan sentiasa dalam keadaan lapar dan dahaga. Terdapat banyak riwayat-riwayat yang mengisyarahkan tentang hal ini.
Maqam yang kedua, mereka yang berpuasa, yang lapar dan dahaganya membuat mereka mengingati akan lapar dan dahaga yang bakal mereka tempuhi dipandang mahsyar nanti. Maqam ini lebih baik dari maqam yang pertama. Maqam ini sebagaimana diisyarahkan dalam khutbah syabaniah Rasulullah S.A.W.A.
Maqam yang ketiga, mereka yang berpuasa dan dengan berpuasa menjadikan diri mereka lebih baik dari Malaikat. Ini karena para Malikat diciptakan Allah untuk patuh dan taat tanpa mereka memerlukan makan atau minum. Sedangkan orang yang berpuasa mereka berkemampuan untuk makan dan minum tetapi mereka tinggalkan itu semua karena patuh mutlak kepada perintah Allah. Ini menyebabkan mereka menjadi lebih baik dari para malaikat. Sudah tentu maqam ini lebih baik dari maqam-maqam yang sebelumnya. Maqam ini dapat difahami dari inti riwayat-riwayat tentang fadilat orang yang berpuasa.
Masih banyak lagi riwayat-riwayat yang mengisyarahkan akan keaggongan dan fadilat mereka yang berpuasa tetapi apapun juga ketaatan terhadap perintah Allah dan niat ‘taqarub’ kepadanya merupakan inti dari diterimanya ibadah puasa tersebut. Satu hal lagi yang perlu berikan perhatiaan khusus. Iaitu ada ibadah yang diterima dan ada ibadah yang ditolak malah dilaknat. Sebagai contoh, untuk solat yang diterima AllahS.W.T. berfirman “Sesungguhnya solat itu mencegah dari kejahatan dan kemungkaran” dan untuk solat yang ditolak Allah berfirman “celakalah orang yang mendirikan solat”. Untuk puasa pun sedemikian ada puasa yang diterima yang mewariskan ketaqwaan dan ada juga puasa yang dilaknat oleh Allah S.W.T.
Puasa dengan segala fadilat ini diwajibkan ke atas Rasulullah dan umatnya pada satu bulan yang khusus. Bulan ini pasti satu bulan yang istimewa hingga puasa diwajibkan dibulan tersebut. Bulan ini adalah bulan Ramadan. Kita akan akan melihat apakah keistimewaan bulan ini dan kenapa puasa diwajibkan pada bulan ini.
Untuk mengenal bulan yang mulia ini, kita perlu menghayati khutbah syabaniah Rasulullah. Rasulullah dalam khutbah ini, secara jelas menerangkan akan keagungan bulan Ramadan yang mulia ini. Di sini kami sertakan khutbah tersebut.
‘Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepada kamu bulan Allah dengan (membawa) baraqah, rahmah dan pengampunan. Bulan yang di sisi Allah sebaik-baik bulan dan hari-harinya sebaik-baik hari dan malam-malamnya sebaik-baik malam, waktu-waktunya sebaik-baik waktu. Ia adalah bulan yang kamu diundang menjadi tetamu Allah dan kamu menjadi ahli kemuliaan Allah. Nafas-nafas kau pada bulan ini adalah tasbih, tidur kamu padanya adalah ibadah, segala amalan kamu pada diterima dan doa-doa kamu dikabulkan, maka mintalah dari tuhan kamu niat yang benar dan hati-hati yang suci dan membantu kamu untuk berpuasa dan membaca kitabNya. (Al Quran)
Dan sesungguhnya celakalah orang yang diharamkan pengampunan Allah pada bulan yang agung ini. Dan ingatlah lapar dan dahaga kamu pada bulan ini, lapar dan dahaga kamu pada hari kiamat. Dan bersedekahlah kamu kepada orang fakir dan miskin dari kalangan kamu. Dan hormatilah orang-orang tua kamu dan kasihanilah orang-orang yang lebih muda dari kamu. Ikatlah tali persaudaraan dikalangan kamu dan jagalah lidah-lidah kamu dan tutuplah mata-mata kamu dari hal-hal yang kamu tidak dihalalkan untuk melihatnya dan tutuplah teliga-teliga kamu dari hal-hal yang kamu dilarang mendengarnya.
Sayangilah anak-anak yatim orang maka anak-anak yatim kamu akan disayangi. Bertaubatlah kepadaNya dari dosa-dosa kamu. Dan angkatlah tangan-tangan kamu kepadanNya pada waktu-waktu solat kamu, sesungguhnya ia adalah sebaik- baik waktu yang mana Allah S.W.T. melihatnya dengan penuh rahmat kepada hambaNya dan akan menjawab jika mereka membisikanNya dan akan menyahut jika ia Ia dipanggil dan akan mengkabulkan jika Ia didoa.
Wahai manusia sesungguhnya diri-diri kamu tergadai dengan amalan-amalan kamu maka tebuslah dengan istiqfar-istiqfar kamu. Bahu-bahu kamu berat dari beban-beban maka ringankannya dengan lamanya sujud-sujud kamu. Ketahuilah sesungguhnya Allah S.WT. bersumpah dengan keagungan yang Ia tidak akan mengazab mereka yang mendirikan Solat dan yang bersujud dan sesungguhnya Ia tidak akan meletakan mereka ke api neraka pada hari manusia dibangkitkan mengadap tuhan semesta alam.
Wahai manusia sesiapa yang memberi buka puasa kepada orang mukmin yang berpuasa pada bulan ini, sesungguhnya perbuatan ini di sisi Allah sama seperti membebaskan seorang hamba dan diampunkan dosanya yang lepas. Ada yang mengatakan ‘ya Rasulullah tidak semua kami mampu melakukan hal tesebut’, Rasulullah bersabda, ‘Takuti neraka walau dengan sebiji kurma, takuti neraka walau dengan seteguk air. Sesungguhnya Allah akan mengurniakannya dari amalan yang mudah ini jika ia tidak mampu melakukan lebih dari hal tersebut.
Wahai manusia sesiapa dari kamu yang memperindahkan dirinya dalam bulan ini maka ia akan dibenarkan melalui As Sirat hari dimana kaki-kaki akan tergelincir. Sesiapa yang meringankan hamba yang ia miliki pada bulan ini maka Allah akan meringankan hitungannya. Dan sesiapa yang menahan dirinya dari kejahatan maka Allah S.W.T. akan menahan amarahNya pada hari bertemu denganNya. Barang siapa pada bulan ini memuliakan anak-anak yatim maka Allah akan memuliakaninya pada hari bertemuNya. Sesiapa yang pada bulan ini meyambung silatur rahim maka Allah akan meyambungkan rahmatNya pada hari bertemu denganNya. Barang siapa yang yang memutuskan silaratur rahim maka Allah akan memutuskan rahmatNya. Dan sesiapa pada bulan ini memperbanyakan solatnya maka Allah akan mewajibkan untuknya dari terselamat dari api neraka. Sesiapa yang melakukan hal-hal yang fardu maka ia akan mendapatkan pahala seakan ia melakukan fardu tesebut tujuh puluh kali pada bulan yang lain. Sesiapa yang memperbanyakkan selawatnya ke atasku pada bulan ini maka Allah akan memberatkan timbangannya pada hari timbangan akan menjadi ringan.
Barang siapa pada bulan ini membaca satu ayat dari Al Quran, ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengkhatamkan Al Quran pada bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia sesungguhnya pintu-pintu syurga terbuka pada bulan ini dan mintalah Allah supaya ia tidak tertutup untuk kamu. Dan pintu-pintu neraka tertutup maka mintalah kepada tuhanmu suapaya ia tidak terbuka untuk kamu. Dan syaitan-syaitan diikat maka mintalah tuhanmu supaya mereka tidak mengguasaimu….’
Dari khutbah syabainiah Ar Rasul ini kita dapat memahami akan keagungan bulan yang mulia ini. Hanya manusia-manusia yang bebal dan jahil yang tidak mengambil berat akan kedatangan bulan yang penuh maknawi ini. Para Aulia Allah menunggu dengan penuh kerinduan akan kedatangannya lebih dari orang kehausan merindukan air. Ini karena mereka akan menjadi tetamu Allah. Kita sering sekali dibelenggu dengan rantai-rantai meterial hingga kita tidak anggap penting menjadi tetamu Allah. Para Aulia Allah menganggap bulan ini adalah hari-hari lebaran, karena nikmat sebenarnya mereka yang memahami. Mana ada bulan atau hari yang memiliki apa yang dimiliki oleh bulan yang mulia ini hingga segala amalan baik bersifat ibadah maupun tidak dianggap ibadah. Jika diharamkan oleh Allah berpuasa dan diwajibkan bergembira pada satu syawal pasti para Aulia ini akan terus berpuasa dan akan menangis karena tempoh menjadi tetamu Allah telah selesai.
Oleh itu kita sebelum memasuki bulan yang mulia ini perlu mensucikan diri kita karena kita bakal menjadi tetamu Allah S.W.T. dan setelah bulan ini selesai baru kita akan memahami apakah kita telah menjadi tetamu Allah yang berjaya atau tidak. Apakah kita sudah menjadi manusia yang lain atau kita masih orang yang sama.
Menjadi tetamu Allah merupakan satu penghormatan yang besar bagi hamba-hambaNya. Oleh itu untuk mensucikan diri sebelum memasuki bulan Ramadan yang mulia ini, kita terlebih dahulu melalui bulan rajab dan syaban. Banyak sekali riwayat yang mengisyarahkan akan keutamaan berpuasa pada kedua bulan tersebut, malah ada juga riwayat yang menyuruh berpuasa penuh pada kedua bulan ini. Dengan ini seorang mukmin yang sejati akan dapat mensucikan dirinya untuk memasuki bulan yang suci ini. Dan dengan segala amalan yang dikerjakan pada bulan ini, orang mukmin ini bakal menjadi lebih suci lagi. Ini akan menjadikannnya nur atas nur.
Pada bulan yang mulia inilah, puasa diwajibkan keatas Rasulullah dan umatnya. Pada perbahasan yang lepas, kita telah membaca riwayat yang mengatakan bahwa puasa adalah zakat untuk badan. Tujuan dari zakat adalah mensucikan, oleh itu pada bulan yang suci ini, Allah ingin mensucikan hambaNya dengan puasa. Dan karena orang mukmin telah mensucikan dirinya terlebih dahulu sebelum memasuki bulan yang mulia ini, maka amalan pada bulan ini akan membuatnya lebih suci. Inilah apa yang dimaksudkan dengan nur atas nur.
Puasa dengan segala kelebihannya dan bulan Ramadan dengan segala kelebihannya membuat para Aulia Allah sentiasa merindui akan kedatangan bulan yang mulia ini. Dan ada hal lain yang dikurniakan kepada Rasulullah dan umatnya. Kurniaan ini merupakan hadiah dari penyucian Rasulullah. Ia adalah Al Quran yang menjadi petunjuk dan pejelasan kepada umat Islam. Al Quran yang suci ini dikurniakan pada bulan yang suci dalam keadaan umat Islam mensucikan dirinya. Dan mukjizat yang agung ini berterusan hingga hari ini dan waktu-waktu yang mendatang.
Dalam riwayat yang mahsyur mengatakan ‘untuk setiap perkara itu musim dan musim Al Quran pada bulan Ramadan’. Dan dalam khutbah syabaniah, Rasulullah bersabda barang siapa yang membaca satu ayat dari ayat-ayat Al Quran seperti membaca seluruh Al Quran pada bulan yang lain. Terdapat riwayat-riwayat yang menganjurkan supaya umat Islam paling tidak mengkhatamkan Al Quran paling tidak satu kali dalam bulan ini.
Malah ada riwayat yang menyuruh untuk mengkhatamkan Al Quran enam hari sekali, ada tiga hari sekali, ada setiap hari sekali dan ada mengkhatamkan Al Quran empat puluh kali dalam bulan ini. Yang paling baiknya kita dianjurkan untuk menghadiahkan setiap maksumin dengan satu khataman. Dengan banyak membaca Al Quran dan bertasbih dan beristiqfar akan menyibukkan lidah kita dari menyebut hal-hal yang tidak berfaedah dan maksiat. Ini juga akan mensucikan lidah dan hati kita. Oleh itu kenapa kita mesti melepaskan peluang keemasan ini, kenapa kita selalu mengabaikan akan nikmat yang besar ini. Ini tidak lain karena diri kita telah menebal dengan keduniaan dan cinta kepadanya hingga semua perkara kita nilai dengan keuntungan duniawi.
Kemuncak dari bulan yang mulia ini adalah malam Lailatur Qadr. Malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam yang diturunkan seluruh Al Quran oleh Rabulalmin kepada kekasihnya Abu Fatimah Muhamad S.A.W.A. Malam turunnya para malaikat dan Ruhulqudus untuk berkhidmat kepada orang mukmin dengan peringkat-peringkat mereka dan yang paling mulia dikalangan mereka akan datangi oleh Ruhulqudus. Orang yang paling mulia tersebut tidak lain kecuali sahibul Asri wa zaman al Mahdi al Muntazar arwahuna wa arwahul alamin ala qudumihil fida. Malam yang merupakan ketentuan bagi amal tahunan seseorang (ini akan kita bahaskan pada perbahasannya yang tersendiri). Dalam riwayat ahlu bait malam-malam yang dijangkakan malam Lailatur Qadr adalah malam yang ke 19, 21 dan 23.
Memang menjadi impian setiap orang mukmin untuk mendapatkan malam ini. Sebahagian dari kita berfikir, jika kita bertemu dengan hal-hal yang aneh bererti kita telah mendapatkan malam tersebut. Pemikiran salah ini kita warisi dari orang-orang sebelum kita. Malam ini adalah malam ibadah dan bukan malam menunggu hal-hal yang aneh. Dan untuk mendapatkan keagungan malam ini seseorang itu perlu mula beramal dari awal Ramadan dan untuk mula beramal dari awal Ramadan seseorang itu perlu menyiapkan dirinya dari bual rajab dan syaban.
Sayang sekali kita sekian waktu telah menempuh hidup di dunia dan bulan yang mulia ini telah datang dan pergi tapi kita telah mensia-siakannya. Sedangkan hidup kita di alam yang fana ini tidak bakal lama dan kita sering diikat dengan angan-angan yang kita akan mengubah hidup kita pada waktu-waktu yang mendatang yang kita sendiri tidak tahu apakah kita akan diperkenankan untuk hidup pada waktu tersebut. Marilah kita membuang saki-baki kekotoran yang ada dalam diri kita sebelum kita memasuki bulan yang mulai ini. Marilah kita menjadi tetamu yang mengetahui akan keagungan mengundang kita menjadi tetamuNya. Jadikan sefrah-sefrah lazat kita untuk menjamu sahabat-sahabat mukmin kita untuk berbuka puasa. Dan jadikan mulut-mulut kita harum dengan tilawah Al Quran dan berzikir serta mendoakan orang-orang yang memerlukan doa kita. Lipat gandakan usaha kita baik dalam urusan ibadah maupun urusan seharian kita untuk mendapatkan keredhaanNya. Jika tidur merupakan ibadah apakan lagi jika kia berkerja untuk mendapatkan keredhaanNya. Jadikan diri-diri kita duta-duta Allah dengan menyampaikan amanahNya kepada mereka-mereka yang memerlukan bantuan material dari kita karena rezeki-rezeki mereka Allah telah titipkan di kantong-kantong kita.
Apapun jua ibadah puasa dan bulan suci Ramadan merupakan hal yang amat agung dan suci untuk didifinasikan dan mudah-mudahan dengan sedikit penerangan tentang kedua hal yang agung ini, kita dapat mengambil posisi yang sepatutnya akan urusan kita denganNya dan akan menjadikan kita tamuNya yang baik. Istimasi doa dan selamat menjalankan ibadah puasa.