Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan base line data kesehatan, baik data primer maupun data sekunder. Sumber data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara kepada responden dan data sekunder diperoleh dari Kantor Kelurahan. Data sekunder mancakup data kependudukan, jenis pekerjaan dan perumahan di RW 6 Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar. Data primer mencakup pelayanan kesehatan, pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan pengetahuan gizi dan kesehatan lingkungan.
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat perlu diperhatikan beberapa hal yaitu : kepemilikan air bersih, rumah sehat dan keluarga dengan kepemilikan sanitasi dasar. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat dan perumahan sehat.
Di RW 06 Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate terdapat beberapa masalah yaitu permasalahan prilaku hidup bersih dan sehat, masalah sampah, jamban keluarga, dan penyediaan air bersih
- Pendidikan
Berdasarkan data sekunder dan data primer, masyarakat di RW 06 Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate menunjukkan sebagian besar warga RW 06 adalah SD dengan jumlah 101 jiwa atau 52,90 %. Hal ini disebabkan sarana pendidikan yang terdapat pada RW 06 masih terbatas disamping itu juga kurangnya pengetahuan masyarakat RW 06 akan pentingnya pendidikan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya pendidikan adalah pekerjaan/ mata pencaharian sebagian besar masyarakat adalah petani yaitu dengan jumlah 35 jiwa atau 57,38 %.
2. Perilaku/ Buang Air Besar Sembarangan.
Berdasarkan hasil observasi dan pengambilan data primer secara langsung kepada masyarakat RW 06 Kelurahan Barombong diperoleh bahwa kebiasaan/prilaku hidup sehat masyarakat masih sangat minim. Dimana dari kepemilikan sarana sanitasi dan lingkungan sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan sawah atau pun kebun, sungai atau pun tanah kosong sebagai tempat buang air besar , mereka tidak memiliki jamban disebabkan karena tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan yang kurang, dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Masyarakat RW 06 kelurahan Barombong belum/ tidak menyadari bahaya terhadap kesehatan yang ditimbulkan, disamping itu penyakit-penyakit infeksi yang dapat terjadi akibat membuang tinja sembarangan.
- Status Kepemilikan Air Bersih
Disamping perilaku tentang pemanfaatan jamban, prilaku lain yang kurang sehat adalah kurangnya kepedulian masyarakat akan kebersihan sarana dan sumber air bersih yang sebagian besar adalah sumur gali.
Permasalahan dari penyediaan air bersih dan air minum, banyak masyarakat RW 06 mengkonsumsi air yang tidak dimasak, hal ini disebabkan karena factor ekonomi yang kebanyakan masyarakat RW 06 Kelurahan Barombong bermata pencaharian sebagai petani, dan juga kurangnya pengetahuan akan pentingnya mengkonsumsi air bersih yang sehat, penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena mengkonsumsi air bersih yang tidak sehat.
Air yang secara fisik tidak berwarna ataupun tidak berbau tetapi konstruksi bangunan yang ada tidak memenuhi persyaratan yaitu lantai pecah-pecah serta tidak memiliki SPAL yang memadai,sehingga air bekas cuci maupun mandi dapat dengan mudah mencemari air sumur yang pada akhirnya berdampak pada penularan penyakit dan pencemaran air tanah oleh detergen yang digunakan ketika mencuci.
- Tempat Sampah
Hal yang juga perlu mendapat perhatian adalah perlunya kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang baik dan benar, karena salah satu media penularan penyakit adalah melalui sampah, dimana masyarakat masih memanfaatkan lahan kosong, bawah pohon dibelakang atau pun samping rumah mereka untuk membuang sampah. Sehingga alternative pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah dengan penyediaan dan pendistribusian sarana pembuangan sampah atau tong sampah.
Sampah harus dikelola dengan baik, karena merupakan tempat perindukan lalat dan tikus. Fenomena munculnya lalat yang berkeliaran di tempat pembuangan sampah akan menyerbu pemukiman penduduk disekitarnya, tentu sangat mengganggu kenyamanan dan bisa menyebarkan berbagai penyakit.
Mengelola sampah sebenarnya tidaklah sulit. Melalui suatu pembiasaan menjadi suatu kebiasaan dan budaya. Dengan tong-tong bekas bisa dikelola sampah sesuai dengan jenisnya. Sampah yang berupa sisa sayur-sayuran dan sisa-sisa makanan dapatdibuat kompos.
5. Upaya Peningkatan Gizi
Dari aspek gizi permasalahan yang utama masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang masalah gizi, bahaya yang ditimbulkan akibat kekurangan gizi. Hal ini dapat dilihat dari 49 data responden 40 responden (81,04 %) menjawab tidak tahu
Salah satu upaya peningkatan gizi yang dilakukan pada kegiatan PBL III adalah melakukan intervensi melalui kegiatan penyuluhan di Posyandu. Intervensi melalui penyuluhan diharapkan dapat merubah prilaku masyarakat secara perlahan-lahan untuk menerapkan kebiasaan hidup sehat melalui pernyediaan dan pengelolaan makanan bergizi di tingkat rumah tangga yaitu dengan memberikan pengetahuan bahan makanan yang diperlukan sebagai dasar untuk menyusun hidangan. Dengan mengetahui komposisi bahan makanan maka dapat dipilih jenis makanan untuk memenuhi kebutuhan suatu zat gizi tertentu. Pengetahuan bahan makanan tersebut dikenal dengan 4 sehat 5 sempurna yaitu : bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur mayor, buah dan susu.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Dalam pelaksanaan kegiatan PBL III di RW 06 Kelurahan Barombong terdapat beberapa factor pendukung dan penghambat terlaksananya kegiatan ini. Berikut penjabaran tentang kedua factor tersebut :
- Faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan PBL IV ini yaitu :
1. Respon pemerintah dan masyarakat setempat yang sangat koperatif dan bersahabat terhadap pelaksanaan PBL IV ini.
2. Adanya kerja sama yang baik dengan sesama teman-teman kelompok dalam pelaksanaan kegiatan PBL IV ini.
B. Faktor Penghambat
1. Intensitas curah hujan dan angin yang cukup tinggi menyulitkan dilakukan pendataan kemasyarakat.
2. Tidak tercapainya jumlah maksimal responden dikarenakan keterbatasan waktu dan keterlambatan penyediaan kuesioner.
3. Keterbatasan dana mengakibatkan intervensi yang dilakukan masih minim.