Selamat Datang Di Milis Resmi Saya Semoga Bermanfaat Bagi Kita Semua Hablun Minallah Wa Hablun Minannas Setiap Langkah Harus Dengan Arti, Setiap Langkah Harus Dengan Pikiran, Sebelum Melakukan Harus Hati-Hati, Kalau Jelas Itu Jelek/Buruk Dijauhi

LAA ILAHA ILLALLAH


Sangat sering kita dengar dan merupakan kelaziman yang ada pada masyarakat bahwasanya makna dari kalimat yang agung ini, Laa ilaha Illallah, adalah Tiada Tuhan selain Allah. Bagaimana keabasahan makna ini ditinjau dari sisi syar’i ?
Sebelumnya, kita perlu meninjau arti dan makna dari kata “Tuhan” dari sisi bahasa Indonesia. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III halaman 1216, disebutkan bahwa “Tuhan” = Sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, dsb. Maka dari sini kita dapat memahami bahwasanya sesuatu yang disembah dan dipuja serta diyakini oleh manusia adalah Tuhan, siapapun yang mereka maksudkan dengan kata-kata Tuhan ini. Ketika mereka meyakini matahari sebagai sesembahan dan pujaan mereka, maka matahari adalah tuhan mereka.
Ketika mereka meyakini bahwasanya yesus kristus adalah sesembahan dan pujaan mereka, maka yesus kristus adalah tuhan bagi mereka. Ketika mereka meyakini sosok budha adalah sesembahan, dan pujaan mereka, maka budha adalah tuhan bagi mereka. Ketika mereka meyakini dewa-dewa adalah sesembahan dan pujaan bagi mereka, maka dewa-dewa tersebut adalah tuhan bagi mereka. Maka, kita dapati banyak sekali tuhan yang disembah di kehidupan dunia ini.
Kembali kita kepada makna yang masyhur di masyarakat, bahwasanya makna dari La Ilaha Illallah adalah Tiada Tuhan selain Allah, yaitu tiada sesembahan dan pujaan kecuali Allah saja. Siapa yang memperhatikan secara seksama makna ini, dia akan mendapatkan dua kemungkinan konsekuensi :
1.    Peniadaan hal-hal yang disembah selain Allah. Yaitu semua manusia di muka bumi tidak ada yang menyembah selain Allah. Tidak ada dari mereka yang menyembah patung, berhala, salib, yesus, budha, dewa-dewa, dan lainnya. Semuanya menyembah dan beribadah kepada Allah saja. Ini sangat bertentangan dengan kenyataan. Karena kenyataan yang ada menunjukkan bahwa banyak sekali hal yang disembah selain Allah. Apakah itu matahari, patung, dewa, kuburan, pepohonan dan lainnya. Begitu juga ini bertentangan dengan Al Qur’an di mana Allah menerangkan bahwa banyak sekali hal-hal yang disembah selainNya. Allah Ta’ala berfirman (artinya):  “Mereka menjadikan sesembahan-sesembahan selain Allah agar sesembahan itu menjadi pelindung bagi mereka.” (Maryam 81 ). Pada ayat ini Allah telah menerangkan bahwa di alam ini ada hal-hal yang disembah selainNya.
2.    Kebalikan dari yang pertama, kemungkinan kedua dari konsekuensi ini, adalah penetapan dan pengakuan bahwasanya semua hal-hal yang disembah di alam ini adalah Allah. Kuburan, patung-patung, dewa-dewa dan selainnya semuanya adalah Allah. Hal ini terjadi kalau pemahaman yang muncul dibenak dia adalah : Tidaklah sesuatu tersebut disembah kecuali dia adalah Allah. Ketika patung di sembah, maka patung adalah Allah. Ketika salib atau yesus disembah maka dia adalah Allah. Ketika dewa disembah, maka dia adalah Allah. Ini juga adalah pemahaman yang sangat keliru.
Dari dua kemungkinan konsekusensi di atas, tahulah kita bahwasanya memaknai La ilaha Illallah dengan Tiada Tuhan selain Allah akan menyebabkan dua kemungkinan konsekuensi yang dua-duanya keliru.
Lalu apa pemaknaan yang benar?
Pemaknaan yang benar -sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama- dari kalimat La ilaha illallah, adalah tidak ada dzat yang berhak untuk disembah dan diibadahi kecuali Allah semata.
Lalu dari mana makna ini kita peroleh?
Kita dapat melihatnya dari ayat-ayat Al Qur’an berikut ini:
1.    Surat Al Baqarah ayat 256
Artinya: “Barang siapa yang kufur terhadap thogut dan beriman kepada Allah, maka dia telah berpegang dengan simpul yang kuat.”
2.    Surat An Nisaa ayat 36
Artinya: “Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian berbuat syirik”
3.    Surat Al Nahl 36
Artinya: “Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul (agar mereka berdakwah kepada kaumnya) “Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thogut.”
4.    Surat Al Hajj  62
Artinya: “Demikian itu karena Allah lah yang Maha Benar. Adapun apa-apa yang mereka ibadahi selain dari Allah adalah batil. Dan sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Tiga ayat pertama berisikan perintah kepada kita agar kita meninggalkan thogut dan kesyirikan. Dari makna-makna thogut adalah sesuatu yang diibadahi selain Allah dan dia ridho untuk diibadahi. Berarti, kita diperintahkan untuk meninggalkan kesyirikan dan diperintahkan untuk beribadah kepada Allah saja. Adapun ayat ke-4 penjelasan dari Allah bahwasanya apa saja yang diibadahi selainNya adalah bathil dan bahwasanya Allah adalah satu-satunya sesembahan yang haq, satu-satunya dzat yang berhak untuk diibadahi. Ayat-ayat ini sangat sesuai dengan kalimat La ilaha Illallah. Karena kalimat ini terdiri dari dua penggal kalimat.
Penggalan yang pertama adalah “La ilaha” yang bermakna peniadaan semua sesembahan-sesembahan dan peribadahan-peribadahan selain kepada Allah. Yaitu semua yang disembah dan diibadahi selain Allah adalah sesembahan yang bathil, sebagai mana yang dijelaskan pada surat Al Hajj ayat 62 di atas, dan bukan yang dimaksud dengan peniadaan di sisni peniadaan wujud dan keberadaan sesembahan-sesembahan selain Allah.
Penggalan kedua adalah “Illallah” yang bermakna bahwa hanya Allah lah satu-satunya dzat yang berhak untuk disembah dan diibadahi.
Maka kesimpulannya, makna yang benar dari kalimat Laa ilaha Illallah ini adalah tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah semata. Wallahu a’lam bishowab.
Kalau dikatakan: Mereka yang mengatakan bahwa makna La ilah Illallah adalah Tiada Tuhan selain Allah, yang mereka maksudkan adalah Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Jadi tidak ada pertentangan dengan makna yang anda sebutkan tadi.
Jawabannya: Bisa saja memang yang mereka maksudkan adalah seperti yang anda katakan. Kita juga berbaik sangka kepada mereka bahwa yang dimaksudkan oleh mereka adalah makna yang benar, yaitu tidak ada dzat yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah. Akan tetapi sepatutnya bagi kita untuk menggunakan ibarat yang jelas dan pasti dan tidak ada kemungkinan-kemungkinan yang fatal.Maka lebih baik kita katakan langsung, Tidak ada yang berhak untuk diibadahi selain Allah semata. Wallahu a’lam bishowab.