Selamat Datang Di Milis Resmi Saya Semoga Bermanfaat Bagi Kita Semua Hablun Minallah Wa Hablun Minannas Setiap Langkah Harus Dengan Arti, Setiap Langkah Harus Dengan Pikiran, Sebelum Melakukan Harus Hati-Hati, Kalau Jelas Itu Jelek/Buruk Dijauhi

PENYAKIT AKIBAT KERJA

A. Ganguan makan pasca kemoterapi dan radiasi.
Mengkonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi khususnya pada penderita kanker bertujuan untuk menghambat penurunan berat badan secara berlebihan dan mencapai serta mempertahankan status gizi yang optimal. Diet merupakan bagian yang penting dari terapi pada kanker. Mengkonsumsi makanan yang baik sebelum, selama dan setelah terapi dapat membantu pasien merasa lebih baik dan bertahan lebih kuat.
Terapi pada kanker terdiri dari kemoterapi, radiasi, transpalantasi sumsum tulang belakang, imunoterapi dan operasi. Dari setiap terapi pada kanker memiliki efek samping masing – masing yang dapat menyebabkan masalah makan. Efek samping dari terpi kanker antara lain faktor psikologis berupa stress dan depresi, perubahan rasa kecap, mual, muntah, maslah mengunyah dan menelan, tidak nafsu makan, menurunnya produksi air liur, mulut kering, diare dan esophagitis.
B. Asma Akibat Kerja

Asma Akibat Kerja (AAK) ditandai dengan obstruksi saluran napas yang variabel dan bronkus hiperesponsif yang disebabkan oleh inflamasi bronkial akut dan kronis. Hal tersebut bermula dari inhalasi debu, uap, gas yang diproduksi atau digunakan karyawan atau secara tidak sengaja ditemukan dalam lingkungan kerja. Ciri dari semua asma kronis adalah iritabilitas berlebihan terhadap berbagai rangsangan/faktor dalam lingkungan kerja.
Asma yang timbul dalam lingkungan kerja dibedakan dalam dua kategori. Pertama adalah asma yang disebabkan bahan/faktor dalam lingkungan kerja dan kedua asma yang sudah ada sebelum bekerja dan dipicu (eksaserbasi) oleh bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.Pada karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15% akan memburuk akibat pajanan terhadap bahan/ faktor dalam lingkungan kerja Reactive Airways Dysfunction Syndrome Reactive Airways Dysfunction Syndrome (RADS) atau irritant induced asthma adalah reaksi non-imunologik serupa asma yang terjadi setelah satu kali pajanan terhadap kadar iritan (Toluen Diisosianat/TDI, klorin, fosgen) yang tinggi.
Hipereaktivitas bronkus dapat menetap sedikitnya satu tahun pasca pajanan tersebut. Pajanan terhadap iritan kadar rendah untuk jangka waktu yang lama dapat juga menimbulkan reaksi serupa.
Dewasa ini, sekitar 250 bahan dalam lingkungan kerja sudah diketahui dapat menimbulkan asma. Bahan-bahan dengan berat molekul tinggi (HMW seperti bahan asal hewan, tanaman seperti tepung, kopi, soya) biasanya menginduksi sintesis IgE dan memicu reaksi asma alergi tipe I. Bahan dengan berat molekul rendah (LMW) seperti TDI, Trimellitic Anhydride/TMA, platina, nickel merupakan hapten yang berikatan dengan protein pembawa asal tubuh yang dapat memacu
sintesis IgE. Bahan HMW berhubungan, sedang bahan LMW tidak berhubungan dengan atopi. HMW biasanya menimbulkan reaksi dini dan lambat, sedangkan LMW reaksi lambat terisolasi.
Bisinosis adalah gejala saluran napas serupa asma dalam berbagai derajat yang disebabkan oleh pajanan terhadap serat kapas. Oleh karena gejala awal bisinosis terjadi pada hari kerja pertama yang biasanya hari Senin, bisinosis disebut juga Monday morning fever atau Monday moning chest tightness atau Monday morning asthma. Bisinosis lebih sering ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi dibanding karyawan pertenunan.
C. Rinitis Akibat Kerja
Dapat berupa alergi atau non-alergi. Pada umumnya, bahan-bahan yang menimbulkan AAK juga dapat menimbulkan Rinitis Alergi Akibat Kerja (RAAK).Seperti halnya dengan asma, rinitis dapat sudah diderita karyawan sebelum bekerja dan eksaserbasinya dipacu oleh bahan di lingkungan
kerja.
Pada orang atopi, lateks dapat menimbulkan reaksi Tipe I seperti AAK dan atau RAAK dan urtikaria, atau reaksi Tipe IV (mercaptobenzotiazol, thiuram), berupa dermatitis kontak. Berbagai iritan di lingkungan kerja dapat merangsang
membran mukosa nasal dan menimbulkan rinitis iritan nonalergi dengan gejala iritasi yang predominan. Adanya perbaikan waktu malam, akhir minggu, dan libur menunjang diagnosis rinitis oleh iritan. Lingkungan kerja dengan perubahan suhu
yang cepat atau gerakan udara berlebihan dapat merupakan faktor fisik yang relevan dalam timbulnya rinitis vasomotor.
Di samping itu, bau-bauan seperti wewangian, asap rokok, pewangi ruangan dan lainnya dapat pula menimbulkan eksaserbasi rinitis. Bahan korosif dapat merusak sistem olfaktorius dan menimbulkan obstruksi dan post-nasal drip yang permanen.
D. Dermatitis dan Urtikaria Kerja
Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK, terbanyak bersifat nonalergi atau iritan. Sekitar 90.000 jenis bahan sudah diketahui dapat menimbulkan dermatitis.Dermatitis kontak alergi dapat terjadi bila bahan LMW seperti lateks dan nickel, sebagai hapten berikatan dengan protein pembawa di kulit dan menimbulkan dermatitis kontak alergi Tipe IV.
Urtikaria dapat terjadi akibat kontak dengan bahan dalam lingkungan kerja yang menimbulkan urtikaria alergi Tipe I (lateks) atau urtikaria nonalergi. Faktor fisik lingkungan kerja seperti tekanan, panas, dingin dan lainnya dapat juga menimbulkan urtikaria nonalergi (urtikaria fisik).
E. Penanganan PAK
Penanganan PAK harus dilakukan secara obyektif dan ditekankan pada lingkungan kerja. Menghindari pajanan bahan penyebab merupakan cara terbaik, namun tidak selalu mudah. Keluar dari tempat kerja tidak selalu menghasilkan remisi gejala. Penggunaan alat proteksi harus dilembagakan. Di samping itu penanganan farmakologik dapat merupakan cara yang sangat efektif.
Pemeriksaan alergi sebelum bekerja tidak dianjurkan pada karyawan tanpa asma karena hasil tes kulit positif terhadap bahan HMW dalam masyarakat cukup tinggi. Jalan keluarnya ialah menasehatkan bahwa bila kelak terjadi sensitisasi terhadap bahan lingkungan kerja, akan dapat menjadi alasan untuk dipindahkan dari tempat pekerjaannya.