Hampir seluruh
urea dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam amino). Urea
berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini
dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang
stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal
dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Pada orang sehat
yang makanannya banyak mengandung protein, ureum biasanya berada di atas
rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap abnormal karena
mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma.
Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa mengindikasikan penyakit hati berat.
Kadar urea bertambah dengan bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit
ginjal.
Untuk mengukur
kadar urea diperlukan sampel serum atau plasma heparin. Penderita dianjurkan
untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk
mengurangi pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.
Kadar urea
diukur dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.
Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik dengan diasetil monoksim yang
memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik terhadap urea.
Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen molekul, yaitu
nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di beberapa
negara, konsentrasi urea dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang
28/60 dari berat total urea, sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan
mengalikan konsentrasi BUN dengan 60/28 atau 2,14.
Dalam
penelitian ini pemeriksaan urea dilakukan pada penderita Tuberculosis
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis dimana terjadi akumulasi atau komsumsi OAT yang akan
mempengaruhi ginjal, ini disebabkan oleh pengobatan OAT cukup lama yaitu selam
6 bulan, sehingga dengan lamanya komsumsi obat maka akan mempengaruhi ke
ginjal.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilaksanakan dimana pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil urea dalam serum
penderita Tuberculosis pasca 6 bulan
berobat yang abnormal yaitu 3,3 %. Sedangkan hasil urea dalam serum penderita Tuberculosis pasca 6 bulan berobat yang
normal yaitu 96,7 %.
Dari hasil penelitian
memperlihatkan bahwa pada penderita Tuberculosis
berobat OAT pasca 6 bulan dalam kadar urea tidak memperlihatkan pengaruh
yang besar dimana hanya memperlihatkan kadar urea yang abnormal yaitu 3,3 %.
Dalam penelitian yang lain
memperlihatkan bahwa Peningkatan
kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan semua senyawa
nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat) pada gagal
ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal,
dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang
bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus.
Mekanisme
tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada syok,
kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti
pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan
penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak
atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik
berat, luka bakar, demam Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab
tersering) yang menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat
disebabkan oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam
nefrotoksik, nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh
glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular. Sedangkan uremia
pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter,
kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin. Obstruksi ureter
bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan pembedahan. Obstruksi leher
kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat, batu, tumor, atau peradangan. Urea
yang tertahan di urin dapat berdifusi masuk kembali ke dalam darah. Beberapa
jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat nefrotoksik;
diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic
(basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin, kanamisin, kloramfenikol,
metisilin, neomisin, vankomisin); obat antihipertensi (metildopa, guanetidin);
sulfonamide; propanolol, morfin; litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat
yang dapat menurunkan kadar urea misalnya fenotiazin.
Penurunan kadar
urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada nekrosis hepatik akut,
sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Pada
sirosis hepatis, terjadipengurangan sintesis dan sebagian karena retensi air
oleh sekresi hormone antidiuretik yang tidak semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran. Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan androgen yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa menurunkan kadar urea akibat pengenceran. Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio
BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada
uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan
katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai
pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia
pascarenal.